Cup Es Krim Stroberi
Rara dan Ciko bersahabat cukup
lama, sedari kami kecil. Kini mereka sudah berumur 10 tahun, dan menduduki
kelas 5 sekolah dasar. Ciko sangat tau sekali kesukaan Rara, es krim rasa
stroberi. hampir setiap kali penjual es krim langganan lewat, ia selalu
membelikannya untuk Rara. Hari itu mereka sengaja untuk menunggu penjual es
krim langganannya. Ya, dan sudah mulai terdengar.
“Es krim..
es krim..” kata penjual es krim langganan.
“Pak, aku
mau beli es krim cup 2, yang satu rasa stroberi dan satunya rasa coklat”, kata
Ciko pada penjual es krim langganan.
“Ini,
dek..”, jawab penjual es krim. “Terima kasih, Pak” ujar Ciko.
Lalu Ciko
memberikan es krim stroberinya kepada Rara. Rara sangat suka sekali dengan es
krim pemberian Ciko, sahabatnya.
“Terima
kasih, Ko”, ucap Rara. “Ya, sama-sama”, jawab Ciko.
Mereka pun
menikmati es krim tanpa suara. Sampai akhirnya es krim milik Rara hampir habis,
dan tiba-tiba..
Praak…
“Cikoo!!”,
bentak Rara pada Ciko. “Maaf Ra, maaf. Aku tak sengaja. Aku belikan lagi saja
ya, maaf Ra”, ujar Ciko yang ternyata telah menyenggol es krim milik Rara.
“Sudah,
tidak usah! Kenapa sih tidak bisa sedikit lebih hati-hati!”, bentak Rara kesal.
“Maafkan aku, Ra”, ucap Ciko lagi.
“Aku mau pulang!
Aku sebel sama kamu!”, ucap Rara yang sedikit membuat Ciko merasa bersalah.
Ciko kebingungan, apa yang harus
ia lakukan supaya Rara memaafkannya. Akhirnya Ciko pun pulang ke rumahnya
dengan wajah yang tidak menyenangkan. Di lain sisi, Rara bersedih karna tetesan
terakhir es krim kesukaannya dijatuhkan oleh Ciko, sahabatnya. Rara kesal, dan
sesampainya ia di rumah, ia meluapkan kemarahannya pada mamanya. Sang mama pun
sempat bingung mengapa Rara, putri kesayangannya marah-marah tidak jelas, tidak
seperti hari biasanya.
“Kamu
kenapa, Ra?” Tanya mama. “Aku tidakpapa, ma. Aku kesal sama Ciko. Dia sudah
menjatuhkan es krim kesukaanku. Aku sebal sama dia, ma”, jawab Rara dengan nada
sangat kesal.
“Nanti mama
belikan lagi, ya”, ucap mama baik hati. “Tidak usah ma, andai Ciko sedikit
lebih hati-hati pasti kan tidak akan jatuh. Aku benci Cikooo!” teriak Rara yang
terdengar sampai keluar rumah. Tiba-tiba ada yang memanggil Rara dari luar
rumahnya.
“Ma, itu
siapa?” Tanya Rara kebingungan. “Ayo, keluar”, ajak mama.
Setelah Rara
dan mama keluar, ternyata yang dating ialah kakeknya dari Bandung.
“Kakek..”
panggil Rara sambil menghampiri dan memeluk kakeknya. “Rara.. kamu kenapa? Kok
tadi kakek dengar kamu teriak-teriak, terdengar loh sampai ke luar”, ujar sang
kakek.
“Ah, itu.
Aku sedang sebal sama Ciko. Dia sudah menjatuhkan es krim kesukaanku”, jawab
Rara dengan wajah cemberut. “Sudah, nanti kakek belikan lagi ya..”, ucap kakek
berbaik hati. “Aku tidak mau, kek. Aku benci sama Ciko!”, ucap Rara. “Rara, tak
boleh begitu, dia sahabatmu loh..” ujar kakek. “Sekarang tidak lagi, kek!”,
jawab Rara tegas.
Sejak saat itu, Rara tidak mau
berteman lagi dengan Ciko. Rara juga sudah tidak pernah lagi membeli es krim di
penjual es krim langganannya dulu. Dan sekarang, Rara tidak suka es krim rasa
stroberi. Karena di Bandung kakeknya tinggal seorang diri, maka Rara memutuskan
untuk pindah ke Bandung. Mengetahui Rara yang hendak pindah ke Bandung, Ciko
terkejut. Ia benar-benar ingin meminta maaf pada Rara. Hingga pada hari dimana
Rara berangkat ke Bandung, Ciko mampir ke rumah Rara tanpa mengkhawatirkan akan
terlambat berangkat sekolah hanya untuk menemui Rara. Ia masih ragu, takut Rara
masih marah padanya. Namun, Rara sudah di depan mata, dan mau tidak mau Ciko
harus berbicara pada Rara, agar waktu yang sengaja ia korbankan tidak sia-sia.
“Rara..
Ra..”, panggil Ciko dari balik pohon. Rara bingung, ada suara yang
memanggilnya, tetapi tidak ada wujud yang ia lihat.
“Ra..”,
panggil Ciko lagi yang sudah berani menampakan diri. “Ciko. Mau apa kamu ke
sini? Aku malas bertemu denganmu lagi!”, bentak Rara. “Aku cuma mau minta maaf
tentang masalah es krim itu Ra”, ujar Ciko dengan raut wajah memelas.
“Akan aku maafkan setelah kamu ubah namamu. Agar kamu lebih hati-hati lagi”, ucap Rara. “Sudah sana pergi. Kau harus sekolah. Sana pergi!”, sambung Rara lagi. Dengan tak banyak kata, Ciko langsung pergi ke sekolah. Ciko dating sangat terlambat, sehingga ia harus mendapat hukuman dari ibu guru.
“Akan aku maafkan setelah kamu ubah namamu. Agar kamu lebih hati-hati lagi”, ucap Rara. “Sudah sana pergi. Kau harus sekolah. Sana pergi!”, sambung Rara lagi. Dengan tak banyak kata, Ciko langsung pergi ke sekolah. Ciko dating sangat terlambat, sehingga ia harus mendapat hukuman dari ibu guru.
Tidak terasa sudah hampir lima
tahun berlalu. Hari-hari yang Ciko lalui tanpa sewaktu pun melihat Rara,
membuatnya rindu kepada Rara. Sekarang Ciko sudah menduduki bangku sekolah
menengah atas kelas 10. Karena kepintarannya, Ciko dapat masuk ke sekolah
favorit di daerahnya. Ciko yang sekarang berubah nama panggilan menjadi Putra.
Setelah dua bulan Putra (Ciko) menjalani kegiatan belajar mengajar di
sekolahnya, kedapatan murid baru pindahan dari Bandung, ia bernama Mira. Mira
ialah gadis cantik, berkulit putih, dan cukup tinggi. Ia juga mengenakan hijab.
Pada hari pertamanya itu, Mira menduduki bangku di sebelah Putra. Putra yang
berada di sampingnya mengajaknya berkenalan.
“Putra,
kamu?”, ujar putra. “Mira”, jawab Mira dengan senyuman.
Setelah
perkenalannya itu, akhirnya Mira dan Putra menjadi dekat. Mereka hampir selalu
berkelompok bersama. Belajar bersama, dan main pun bersama.
Disaat mereka kedapatan kerja
kelompok bersama, tiba-tiba ada penjual es krim keliling. Lalu dipanggilnya
penjual es krim tersebut oleh Putra.
“Pak, beli
es krimnya 2, satu stroberi dan satu coklat”, ucap Putra. Mendengar ucapkan
Putra, seketika membuat Mira ingat dengan teman masa kecilnya.
“Mira, ini
buat kamu”, ujar Putra yang sambil menyodorkan es krim rasa stroberi pada Mira.
Mira semakin bingung dengan pilihan rasa stroberi yang Putra berikan padanya.
“Es krim?”,
Tanya Mira tak percaya. “Iya, kenapa Mir? Kamu ngga suka ya?”, tanya Putra
balik.
“Hmm, ngga
kok. Aku suka es krim, apalagi rasa stroberi. Makasih ya, Put”, ucap Mira
sambil senyum lebarnya. “Sama-sama, Mira”, ujar Putra, “Kau mengingatkanku pada
teman kecilku”, ucap Putra pelan. “Haa? Apa? Tadi kau bilang apa Put?”, tanya
Mira penasaran, “Oh, tidak. Sudah makan dulu es krimnya, nanti meleleh”, jawab
Putra gagap.
“Sudah
selesai, kan?”, tanya Mira. “Sudah, Mir”, jawab Putra, “Kau mau aku antar
pulang?”, lanjut Putra. “Ah, tidak usah. Aku pulang sendiri saja, dekat kok”,
jawab Mira. “Yaudah, hati-hati ya”, ujar Putra. “Iya, kau juga Put”, jawab
Mira.
Suatu hari secara kebetulan,
Mira dan Putra pulang bersama. Secara tiba-tiba, penjual es krim lewat, lalu
Putra memanggilnya.
“Es krimnya
2, satu stroberi dan satunya coklat”, ucap Putra yang membuat memori Mira
terpontang panting mengingat sahabat masa kecilnya, Ciko.
“Ini Mir,
untukmu”, ujar Putra yang sambil menyodorkan es krim stroberi pada Mira. Mira
masih melamun, merenungi sahabat masa kecilnya, Ciko. “Mira..”, ucap Putra yang
sedikit keras mengagetkan Mira. “Oh, iya. Terimakasih Put”, ucap Mira masih
dengan raut wajah tampak kebingungan.
Dulu, waktu
Rara masih kecil, Ciko selalu membelikan ia es krim stroberi. Dan yang masih
terpikirkan, Putra juga selalu memesan rasa yang sama dengan yang Ciko pesan
semasa kecil. “Ah, mungkin perasaanku saja”, ucap Mira dalam hati.
Putra merasa ia pernah bahkan
sering melewati jalan yang akan menuju ke rumah Mira. “Ini seperti jalan ke
rumah Rara”, batinnya.
“Mira..”,
panggil Putra yang berada sedikit di belakang Mira. “Iya, Put?”, tanya Mira. “Ini
seperti jalan menuju rumah teman masa kecilku, hahaha”, ucapnya sambil tertawa.
“Iyakah? Siapa nama teman masa kecilmu itu, Put?”, tanya Mira penasaran. Lalu
Mira dan Putra duduk di bangku kayu jati di pinggir jalan yang ditemuinya saat
mereka jalan bersampingan.
“Namanya,
Rara. Ia sahabatku semasa kecil. Namun sayang ia sudah pindah”, jawab Putra
membuat Mira terkejut. “Pindah kemana?”, tanya Mira lagi. “Pindah ke Bandung,
ia sahabat kesayanganku semasa kita masih sama-sama kecil. Aku menyayanginya.
Namun sayang, dia meninggalkanku disaat kita sama-sama duduk di bangku kelas 5
sekolah dasar”, jawab Putra membuat mata Mira terlihat berkaca-kaca. “Mengapa
ia pindah? Sesayang apa kau padanya?”, tanya Mira lagi. “Aku tidak tau
jelasnya. Yang jelas waktu itu aku dan dia sedang bermasalah. Dia lucu, masa
cuma gara-gara es krimnya yang aku jatuhkan secara ngga sengaja, dia jadi
marah, yaa dan mungkin itu yang menyebabkan dia pindah ikut kakeknya”, jawab
Putra yang secara tidak sengaja meneteskan air mata. “Lalu? Kau masih sayang
padanya?”, tanya Mira lagi yang semakin penasaran dengan mata yang
berkaca-kaca. “Masih, aku menyukainya, sejak dulu. Namun, aku tidak tau deh.
Dia juga sangat membenciku sekarang, berkirim kabar pun tidak pernah. Dia masih
kesal mungkin. Hahaha”, jawab Putra diakhiri dengan tertawa kecil yang sangat
tidak ikhlas. “Itukah yang menjadi alas an mengapa kamu selalu membelikanku es
krim stroberi?”, tanya Mira untuk yang ke sekian kalinya. “Iya, karna dia
menyukai bahkan sangat suka pada es krim stroberi. Dan es krim rasa stroberi
yang aku jatuhkan pada waktu itu. Aku sangat rindu padanya, Mir. Aku juga ngga
tau sekarang dia kayak apa. Hmmm, lebih cantik mungkin. Haha”, jawab Putra
diakhiri dengan ketawa kecil. “Ciko?”, ucap Mira membuat Putra terkejut dan
langsung menatap mata Mira yang telah memanggil dengan nama panggilan sewaktu
kecilnya dulu. “Kamu panggil apa aku?”, tanya Putra terkejut. “Ciko. Kamu Ciko.
Kamu sahabat kecilku. Kamu yang telah menjatuhkan es krim stroberiku. Iya,
kamu. Ciko!”, ucap Mira yang membuat Putra sangat terkejut. “Kamu.. Kamu..
Jadi, kamu Rara?”, tanya Putra dengan spontanitas ia langsung berdiri. “Iya,
aku Rara”, jawabnya sambil meneteskan air mata. “Aku udah maafin kamu, Ciko.
Dan alasan kepindahanku bukan karna kamu. Tapi karna kakekku yang tinggal
seorang diri di Bandung”, lanjut Rara sambil menangis sangat deras di depan
sahabat masa kecilnya, Ciko. “Rara? Ini beneran kamu?”, tanya Ciko tak percaya.
“Iya, Ciko. Ini aku, Rara, sahabat masa kecilmu. Teman makan es krim. Dan teman
sepermainanmu, dulu”, jawab Rara. “Aku tak percaya, sekarang aku berhadapan
dengan sahabat masa kecilku. Kamu terlihat semakin cantik”, ujap Ciko.
“Ciko..”, ucap Rara sambil memeluk Ciko, sahabat masa kecilnya dulu.
“Ra.. kamu
harus ikut aku”, ujar Ciko sambil menarik Rara yang hendak dibawanya pada suatu
tempat. “Kemana?”, tanya Rara.
Ternyata, Ciko membawa Rara pada
tempat terakhir kali mereka berteman sewaktu kecil. Ya, di tempat dimana Ciko
menjatuhkan es krim stroberi milik Rara.
“Kamu masih
ingat ini, Ra?”, tanya Ciko. “Tentu saja, kamu menjatuhkan es krim stroberiku
di sini, kan. Hahaha”, jawab Rara sambil tertawa. “Maafkan aku ya, Ra. Aku
benar-benar tak sengaja”, ucap Ciko. “Sudah aku maafkan sebenarnya, hanya saja
aku kesal. Kamu tidak berhati-hati, sih..”, jawab Rara dengan tertawa. “Ini,
Ra”, ucap Ciko sambil menyodorkan suatu benda tua pada Rara, “Ini cup es krimmu
yang sengaja aku simpan setelah aku menjatuhkan es krim stroberimu, Ra”, ujar
Ciko sambil tersenyum. “Kamu menyimpan sebuah cup es krim? Untuk apa coba?”,
jawab Rara sedikit sombong. “Karena aku berharap suatu saat nanti, aku bias
bertemu lagi denganmu dengn keadaan kamu yang sudah maafin aku. Karena aku ngga
mau kehilangan sahabat kesayanganku”, jawab Ciko dengan senyum membuat jantung
Rara seolah berhenti berdetak. Keheningan yang timbul diantara mereka berdua,
dapat dipecahkan oleh ucapan Rara, “Aku juga menyayangimu, sahabatku”.
Ciko lalu memeluk erat Rara
seolah tak ingin kehilangan sahabatnya lagi. Dengan menyimpan cup es krim
stroberi milik Rara yang dulu sempat dijatuhkan oleh Ciko dan diisi dengan
suatu harapan-harapan Ciko untuk bertemu dan bersatu dengan Rara kini telah
dikabulkan oleh Tuhan. Ciko tidak pernah berputus asa untuk bersatu kembali
dengan sahabat masa kecilnya, Rara. Ia sangat menyayangi Rara hingga sekarang
mereka telah sama-sama sudah duduk di bangku sekolah menengah atas. Hingga saat
ini, mereka selalu sebut diri mereka dengan, SAHABAT CUP ES KRIM STROBERI~